Exploitation minière

Pertambangan dan Uang

Meskipun aksi iklim mendesak peralihan dari bahan
bakar fosil, perlombaan saat ini untuk mengekstraksi
mineral-mineral yang disebut ‘mineral transisi’
mengulangi praktik-praktik kekerasan, eksploitatif, dan
tidak berkelanjutan. Mineral-mineral ini secara luas
digunakan dalam teknologi energi bersih saat ini seperti
panel surya, turbin angin, baterai, jaringan energi, dan
kendaraan listrik (EV), namun ekstraksi dan
pengolahannya masih melibatkan praktik-praktik berisiko
tinggi, merusak lingkungan, dan merugikan sosial yang
memerlukan reformasi mendesak.
Menurut International Energy Agency (IEA), permintaan
akan mineral transisi diperkirakan akan lebih dari dua kali
lipat pada 2030 dan tiga kali lipat pada 2040. Memenuhi
permintaan ini dapat memerlukan investasi
pertambangan baru sebesar USD 800 miliar, sebagian
besar dialirkan melalui bank komersial dan investor
institusional. Namun, tanpa regulasi yang kuat dan
jaminan lingkungan serta sosial yang kokoh, booming
pembiayaan ini memicu deforestasi, perampasan lahan,
polusi, kontaminasi, dan kekerasan terhadap masyarakat
adat, pembela lingkungan, dan komunitas yang
terdampak.
Forests & Finance meneliti aliran keuangan ke 130
perusahaan yang beroperasi di sektor pertambangan
mineral transisi dan mengevaluasi kebijakan lingkungan,
sosial, dan tata kelola (ESG) dari 30 bank dan investor
besar. Dalam penelitian ini, istilah ‘mineral transisi’
digunakan sebagai istilah umum untuk sepuluh
komoditas yang diekstraksi dalam rangka transisi energi,
meskipun beberapa di antaranya secara geologis
diklasifikasikan sebagai logam. Mineral yang dipilih untuk
studi ini adalah: Aluminium, Kromium, Kobalt, Tembaga,
Grafite, Besi, Litium, Mangan, Nikel, dan Seng.
Penambangan batu bara dikecualikan dari penilaian ini.

RINGKASAN
Bank dan investor memainkan peran kritis dalam
membentuk sektor pertambangan dan transisi energi
global melalui keputusan pembiayaan dan investasi
mereka. Temuan kami menyoroti peran sentral lembaga
keuangan dalam memfasilitasi gelombang baru
kerusakan saat perusahaan berlomba-lomba
memperluas operasi pertambangan secepat mungkin.
Meskipun ekstraksi bahan baku mineral ini dikategorikan
sebagai “hijau”, “bersih”, atau “terbarukan”, ekstraksi
tersebut dan sektor pertambangan tetap berisiko tinggi,
didominasi oleh perusahaan dengan rekam jejak buruk
dalam hal hak asasi manusia, lingkungan, dan
akuntabilitas korporat.
Penelitian kami menunjukkan bahwa bank-bank besar
menyediakan USD 493 miliar dalam bentuk kredit
(pinjaman dan penjaminan) antara tahun 2016 dan 2024,
sementara investor memegang USD 289 miliar dalam
bentuk obligasi dan saham dari 111 perusahaan mineral
transisi, per Juni 2025. Banyak perusahaan ini beroperasi
di ekosistem biodiversitas penting, termasuk di Indonesia,
di mana aktivitas mereka terkait dengan deforestasi,
pencemaran air, dan pelanggaran hak asasi manusia yang
luas. Meskipun banyak lembaga keuangan memiliki
kebijakan lingkungan, sosial, dan tata kelola serta
komitmen keberlanjutan, setelah menilai 30 bank dan
investor besar, kami menemukan bahwa sebagian besar
tidak memenuhi standar terbaik internasional dan
standar perlindungan hak asasi manusia dan lingkungan.